Saturday, May 10, 2014

Occupational Health and Safety Management Systems


Occupational Health and Safety Management Systems 
Oleh : Bayu Burwinanto



The definition of the term “Hazard” no longer refers to “damage to property or damage to the workplace environment” it is now considered that such”damage” is not directly related to occupational health and safety management, which is the purpose of this OHSAS Standard, and that it is included in the field of asset management, instead, the risk of such “ damage” having an effect on occupational health and safety should be identified through the organization’s risk assessment process, and be controlled through the application of appropriate risk controls.

Note this OHSAS standard is based on the methodology known as Plan-Do-Check-Act (PDCA). PDCA can be briefly described as follows.
  • Plan : establish the objectives and proceses necessary to deliver results in accordance with the organization’S OH&S policy.
  • Do : Implement the processes
  • Check : monitor and measure processes against OH&S policy, Objectives, legal and other requirements, and report the results.
  • Act : Take actions to continually OH&S performance.
Many organizations manage their operations via the application of a system of processes and their interactions, which can be referred to as the “Process approach”. ISO 9001 promotes the use of the process approach since PDCA can be applied to all processes, the two methodologies are considered to be compatible.

This OHSAS Standard contains requirements that can be objectively audited; however it does not establish absolute requirements for OH&S performance beyond the commitments, in the OH&S policy, to comply with applicable legal requirements and with other requirements to which the organization subscribes, to the prevention of injury and ill health and to continual improvement. Thus, two organizations carrying out similar operations but having different OH&S performance can both conform to its requirements.


This OH&S Standard does not include requirements specific to other management systems, such as those for quality, environmental, security, or financial management, though its elements can be aligned mor integrated with those of other management systems. It is possible for an organization to adapt its existing management system(s) in order to establish an OH&S management system that conforms to the requirements of this OHSAS Standard. It is pointed out, however, that the application of various elements of the management system might differ depending on the intended purpose and the interested parties involved.


The level of detail and complexity of the OH&S management system, the extent of documentation and the resources devoted to it depend on a number of factors, such as the scope of the system, the size of an organization and the nature of its activities, products and services, and the organizational culture. This may be the case in particular for small and medium-sized enterprise

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA



SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Oleh : Bayu Nurwinanto


PENDAHULUAN


Bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktifitas Nasional. Setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya, sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien berhubungan dengan itu perlu diadakan segala daya upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja.


Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja perlu diterapkan kepada seluruh industri dan Perusahaan di Indonesia. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.


Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.


Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.



Perusahaan dalam kegiatan usahanya harus memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada stakeholder. Dalam upaya mempertahankan keberlangsungan usahanya, perusahaan harus mempunyai program tanggungjawab sosial & lingkungan dengan memberdayakan masyarakat, terutama di sekitar wilayah operasionalnya. Pemberdayaan masyarakat dapat berupa program yang berkesinambungan dan terpadu seperti upaya peningkatan perekonomian, pendidikan, kesehatan, kerohanian, dan pelestarian lingkungan hidup serta penanggulangan bencana alam. Program tanggungjawab sosial dan lingkungan harus dilaksanakan oleh setiap pekerja sesuai dengan fungsi dan tugasnya.


DASAR
UU Nomer 01 Tahun 1970 “Tentang Keselamatan Kerja”
PP Republik Indonesia Nomer 50 Tahun 2012 “Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja”

SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
  1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan;

  2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;

  3. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

  4. Memberi pertolongan pada kecelakaan;

  5. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

  6. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran;

  7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.

  8. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

  9. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik

  10. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;

  11. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

  12. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya

  13. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;

  14. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

  15. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang;

  16. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

  17. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.


Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.



Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.



KETENTUAN-KETENTUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


  1. Pelindung Kepala;
  2. Pelindung Mata dan Muka;
  3. Pelindung Telinga;
  4. Pelindung Pernafasan beserta perlengkapannya;
  5. Pelindung tangan;
  6. Pelindung Kaki;
  7. Pakaian pelindung;
  8. Alat pelindung jatuh perorangan;
  9. Pelampung;
APD WAJIB DIGUNAKAN DI TEMPAT KERJA DI MANA

  1. Dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
  2. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar, korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu rendah.
  3. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau di mana dilakukan pekerjaan persiapan.
  4. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
  5. Dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di dalam bumi maupun di dasar perairan;
  6. Dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
  7. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
  8. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting.
  9. Dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur atau lubang.
  10. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
  11. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
  12. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan telekomunikasi radio, radar, televisi, atau telepon.
  13. Diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik. 
PENGAWASAN KESELAMATAN KERJA

Direktur Perusahaan melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang No 1 Tahun 1970, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.

Pengawasan diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

Audit SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.

PENERAPAN SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

Meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja/serikat buruh; serta menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas.

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
SMK3 (Sistem Manajemen Keselamtan dan kesehatan Kerja) meliputi :  
  1. penetapan kebijakan K3
  2. perencanaan K3
  3. pelaksanaan rencana K3
  4. pemantauan dan evaluasi kinerja K3;
  5. peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
PENETAPAN KEBIJAKAN K3 

Dalam menyusun kebijakan pengusaha paling sedikit harus :

a. Melakukan tinjuan awal kondisi K3 yang meliputi :
  1. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
  2. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik;
  3. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
  4. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan keselamatan; dan
  5. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus; dan
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

PERENCANAAN K3
Dalam menyusun rencana K3 pengusaha harus mempertimbangkan :
  1. Hasil penelaahan awal;
  2. Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
  3. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya; dan
  4. Sumber daya yang dimiliki;

Rencana K3 paling sedikit memuat :
  1. tujuan dan sasaran;
  2. skala prioritas;
  3. upaya pengendalian bahaya;
  4. penetapan sumber daya;
  5.  jangka waktu pelaksanaan;
  6. indikator pencapaian; dan
  7. sistem pertanggungjawaban.
PELAKSANAAN RENCANA K3
Kegiatan  dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko. Kegiatan sebagaimana dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi, dan analisa kecelakaan

Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana  melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten.

Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan.
Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 sebagaimana dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar


Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Untuk menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3, pengusaha wajib melakukan peninjauan. Peninjauan sebagaimana dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasiHasil peninjauan digunakan untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja.

Perbaikan dan peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud dapat dilaksanakan dalam hal :
  1. Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan;
  2. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
  3. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
  4. Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan;
  5.  Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemiologi;
  6.  Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja;
  7. Adanya pelaporan; dan/atau
  8. Adanya masukan dari pekerja/buruh.




HUMAN FACTORS


HUMAN FACTORS

Oleh : Bayu Nurwinanto

In simple terms, human factors are all those things that enhance or improve human perfor­mance in the workplace. As a discipline, human factors is concerned with understanding interactions between people and other elements of complex systems. Human factors applies scientific knowledge and principles as well as lessons learned from previous incidents and operational experience to optimise human wellbeing, overall system performance and reli­ability. The discipline contributes to the design and evaluation of organisations, tasks, jobs and equipment, environments, products and systems. It focuses on the inherent characteristics, needs, abilities and limitations of people and the development of sustainable and safe working cultures.

Human Factors Engineering (HFE) focuses on the application of human factors knowledge to the design and construction of socio-technical systems. The objective is to ensure systems are designed in a way that optimises the human contribution to production and minimises potential for design-induced risks to health, personal or process safety or environmental per­formance.

The major oil & gas operating companies recognise that Human Factors Engineering has an important contribution to make to ensure the quality, safety and fitness for purpose of equip­ment and facilities used in the oil & gas industry (appendix 1 provides examples of problems that can occur when HFE is overlooked in design).

This Recommended Practice (RP) adopts a practical, cost-effective and balanced approach to applying HFE on oil & gas projects. It recognises that many HFE issues can be controlled simply by ensuring compliance with existing technical standards. However, there are times where there is a gap between what can be specified in technical standards and the design fea­tures needed to support efficient, reliable and safe human performance

This RP involves three elements for controlling HFE-related risk:

  1. Compliance with relevant technical specifications
  2.  HFE specific design analysis and design validation
  3. Organisation and competence to deliver appropriate standards of HFE quality control
Evidence that HFE has been adequately considered in design. The process allows projects to demonstrate that consideration has been given to reducing the HFE risks and the potential for human error to a level that can be shown to be As Low As Reasonably Practicable (ALARP) through engineering and design.


APPLICATION
The process set out in this RP is intended for application to major projects (nominally defined as those with a capital value in excess of US$50 million), or those with the potential for major accident hazards – process safety, environmental incidents or major loss of life.

The process is scaleable to smaller projects and those that do not have major accident hazard potential. The emphasis is on project complexity rather than capital value. Assessment of project HFE complexity involves consideration of the degree of change or novelty being intro­duced, criticality (to process or personal safety, environmental control or production) as well as issues associated with the operational context such as geographical location, climatic condi­tions, and hazards inherent to the operation.

ENGINEERING CONTRACTORS
Engineering contractors. At one extreme are global companies who – often in partnership or consortia – take on the role of principal engineering contractor, sometimes from Front End Engineering Design (FEED) through to Construction and Commissioning. At the other extreme are the very many consultancies and vendors providing specialist services or equip­ment across the industry.

An important aim of this RP is to help engineering contractors and suppliers deliver a higher standard of HFE support by providing consistency in terms of:
  • Understanding of the scope of HFE and how it relates to other engineering disciplines
  • The value that investment in HFE is expected to deliver
  • The key activities and expected deliverables
  • The competence – in terms of professional training and experience – expected of individu­als assigned responsibility for managing, conducting or supporting HFE activities
  • The type of organisational arrangements likely to be required within a project team.